Sejarah BI di Bidang Sistem Pembayaran pada Periode Tahun 1966-1983

Sejarah Bank Indonesia di Bidang Sistem Pembayaran Periode Tahun 1966 sampai 1983_Pada tanggal 25 Juli 1966, telah dibentuk Kabinet Ampera menggantikan Kabinet Dwikora. Pemerintahan orde baru telah dimulai.

Tugas pokok kabinet yang dipimpin oleh presidium tersebut adalah melaksanakan program stabilisasi dan rehabilitasi yang berkonsentrasi pada pengendalian inflasi, pencukupan penghidupan pangan, rehabilitasi prasarana ekonomi, peningkatan ekspor, dan pencukupan kebutuhan sandang.

Sejak saat itu, secara umum, pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional menjadi prioritas utama orde baru. Berdasarkan UU No. 13/1968 tentang Bank Sentral, ditegaskan bahwa Bank Indonesia (BI) mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam sebagai alat pembayaran yang sah. Berbeda dengan UU No. 11/1953, dalam UU No. 13/1968 tidak ada lagi pembatasan jenis uang dan nilai nominal uang yang dikeluarkan oleh BI.

Peran BI dalam sistem pembayaran secara tersirat tercantum dalam UU Bank Sentral 1968 yang menyebutkan bahwa BI membina perbankan dengan jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran giral serta menyelenggarakan kliring antar bank.

Secara lebih khusus, BI selalu mengupayakan tersedianya uang kartal dalam jumlah/nilai yang cukup, tepat waktu, dan komposisi pecahan yang memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan kegiatan ekonomi. Selain itu, uang yang diedarkan selalu dalam kondisi baik atau layak edar serta aman dari usaha pemalsuan uang. Pada periode tersebut, seiring dengan perkembangan politik yang sedang berlangsung, uang kertas Seri Presiden Soekarno ditarik dari peredaran dan diganti dengan Seri Jenderal Sudirman bertanda tahun 1968.
Sejarah BI di Bidang Sistem Pembayaran pada Periode Tahun 1966-1983
Seri tersebut dikeluarkan dalam 11 pecahan dari Rp 1 sampai Rp 10.000. Selain uang kertas, untuk pertama kalinya, BI juga mengeluarkan uang logam pada 1 Januari 1971, yaitu uang logam emisi tahun 1970 dari bahan alumunium.

Uang logam tersebut terdiri dari pecahan Rp 1, Rp 2, dan Rp 5. Berikutnya berkaitan dengan wilayah Irian Barat, dilakukan penarikan mata uang rupiah Irian Barat sejak tanggal 1 Mei 1971 yang bertujuan untuk kesatuan moneter di seluruh wilayah Indonesia.

Sebelum penarikan tersebut, pemerintah terlebih dahulu mengumumkan berlakunya uang rupiah (umum) secara sah di wilayah Irian Barat, di samping rupiah Irian Barat yang akan diganti secara bertahap.

Pada saat itu nilai tukar IB Rp 1 adalah Rp 18.90. Ketentuan Maret 1967 menyatakan akan membentuk lembaga kliring di Jakarta dan kota-kota besar, sedangkan bank sentral akan menjadi pusat penghitungan kliring.

Penyelenggaraan kliring oleh Kantor Pusat Bank Indonesia di Jakarta dimulai tanggal 7 Maret 1967 dengan sistem manual. Dengan perubahan ini maka semua kantor bank menjadi peserta kliring langsung dan sistem sub kliran dihapuskan. Kemudian settlement diubah dari "T+1" menjadi "T+0".

Dalam periode ini juga dikeluarkan dua kebijakan baru, yaitu tentang UU cek kosong dan ketentuan bilyet giro yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Dalam rangka pembayaran belanja rutin dan belanja pembangunan, Kantor Perbendaharaan dan Keuangan Negara (KPKN) mengeluarkan Surat Perintah Membayar Giro Bank (SPMGB) guna disampaikan kepada BI sebagai alat pembayaran pengganti bilyet giro.

Sedangkan dalam transaksi pembayaran luar negeri, pemerintah melakukan penarikan pinjaman luar
negeri dengan menggunakan L/C. Transaksi luar negeri lainnya juga dilakukan dengan L/C atau transfer dana dan teleks serta menggunakan travel cheque.

Pada periode ini, dikenal kompensasi regeling untuk bank-bank pemerintah. Kompensasi tersebut adalah pemindahan semua saldo debet dan saldo kredit dari bank di daerah ke rekening Bank Indonesia di Jakarta melalui Nota Debet dengan Teleks (NDT) dan Nota Kredit dengan Teleks (NKT). Ketentuan ini dicabut pada bulan Oktober 1994.

Pada bulan September 1981, BI menetapkan bahwa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kliring di Jakarta adalah bagian Lalu lintas Giral di bawah Urusan Pengawasan dan Pembinaan Bank-bank. Di daerah, tanggung jawab itu diserahkan pada BI setempat. Jika tidak terdapat kantor cabang BI, maka yang bertanggung jawab adalah bank pemerintah yang ditunjuk oleh BI.

Demikian tentang Sistem Pembayaran di Indonesia pada Periode Tahun 1966 hingga 1983. Semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Sejarah BI di Bidang Sistem Pembayaran pada Periode Tahun 1966-1983"