Sejarah Bank Indonesia (BI) di Bidang Sistem Pembayaran Periode 1997-1999
Sejarah Bank Indonesia di Bidang Sistem Pembayaran Periode Tahun 1997 hingga 1999_ Krisis telah menimbulkan kesulitan likuiditas yang luar biasa bagi perbankan dan memporak-porandakan ekonomi nasional. Sementara itu, dalam sektor perbankan terjadi kesulitan besar dalam likuiditas akibat hancurnya pasar uang antar bank (PUAB). Sebagai lender of last resort, Bank Indonesia
(BI) harus membantu mempertahankan kestabilan sistem perbankan dan pembayaran untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi nasional. Kondisi perekonomian semacam itu menyebabkan dunia perbankan mengalami kesulitan likuiditas yang amat parah. Ketika persediaan uang kertas sudah mencapai titik kritis, BI dengan terpaksa mengeluarkan commemorative notes untuk memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan. Uang kertas pecahan Rp 50.000 dari bahan plastik tersebut seharusnya diedarkan secara terbatas, untuk keperluan tertentu, dan dalam jumlah yang sangat sedikit.
Namun demikian, pada periode ini juga sempat dikeluarkan uang logam khusus peringatan Seri For The Children of The World. Uang logam dengan bahan emas dan perak tersebut diterbitkan pada bulan Januari 1999 dalam rangka ulang tahun UNICEF ke- 50 guna menghimpun dana untuk kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia.
Pada periode ini, di dalam bidang pembayaran non tunai, BI menciptakan sistem BILINE atau layanan transaksi dan informasi secara elektronik. Sistem tersebut digunakan untuk mempercepat pelayanan, peningkatan mutu, dan akurasi pelayanan Bank Indonesia. Mulanya digunakan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) yang sederhana dan disebut SAKTI II sehingga diubah menjadi BI-LINE.
Layanan ini digunakan untuk mengatasi kebutuhan mendesak, seperti kegiatan pasar uang yang menggunakan bilyet giro atau transfer dana dari kantor pusat ke cabang di daerah. BI-LINE merupakan solusi "antara" atas kendala-kendala yang dihadapi dengan digunakannya dokumen (paper based).
Dengan menggunakan sistem tersebut, maka dapat diperoleh beberapa manfat, yaitu efisiensi dalam interbank electronic fund transfer system sehingga bank tidak perlu membuat bilyet giro untuk Bank Indonesia karena transfer dapat dibuat secara langsung; pengelolaan dana lebih baik karena tersedia informasi saldo rekening di kantor pusat BI; meminimalkan money in transit; dan mengurangi volume kerja di bagian akunting BI.
Pada tahun 1998, di Jakarta dilaksanakan kliring elektronik yang disebut Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ). Dengan sistem ini, bank-bank memasukkan input semua data debet dan kredit dalam komputer dan mengirimkan secara elektronik kepada bagian kliring BI yang akan diteruskan kepada bagian akunting untuk perhitungan. Sementara warkat kliring yang diserahkan secara langsung hanya
digunakan sebagai bahan pembanding.
(BI) harus membantu mempertahankan kestabilan sistem perbankan dan pembayaran untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi nasional. Kondisi perekonomian semacam itu menyebabkan dunia perbankan mengalami kesulitan likuiditas yang amat parah. Ketika persediaan uang kertas sudah mencapai titik kritis, BI dengan terpaksa mengeluarkan commemorative notes untuk memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan. Uang kertas pecahan Rp 50.000 dari bahan plastik tersebut seharusnya diedarkan secara terbatas, untuk keperluan tertentu, dan dalam jumlah yang sangat sedikit.
Namun demikian, pada periode ini juga sempat dikeluarkan uang logam khusus peringatan Seri For The Children of The World. Uang logam dengan bahan emas dan perak tersebut diterbitkan pada bulan Januari 1999 dalam rangka ulang tahun UNICEF ke- 50 guna menghimpun dana untuk kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia.
Pada periode ini, di dalam bidang pembayaran non tunai, BI menciptakan sistem BILINE atau layanan transaksi dan informasi secara elektronik. Sistem tersebut digunakan untuk mempercepat pelayanan, peningkatan mutu, dan akurasi pelayanan Bank Indonesia. Mulanya digunakan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) yang sederhana dan disebut SAKTI II sehingga diubah menjadi BI-LINE.
Layanan ini digunakan untuk mengatasi kebutuhan mendesak, seperti kegiatan pasar uang yang menggunakan bilyet giro atau transfer dana dari kantor pusat ke cabang di daerah. BI-LINE merupakan solusi "antara" atas kendala-kendala yang dihadapi dengan digunakannya dokumen (paper based).
Dengan menggunakan sistem tersebut, maka dapat diperoleh beberapa manfat, yaitu efisiensi dalam interbank electronic fund transfer system sehingga bank tidak perlu membuat bilyet giro untuk Bank Indonesia karena transfer dapat dibuat secara langsung; pengelolaan dana lebih baik karena tersedia informasi saldo rekening di kantor pusat BI; meminimalkan money in transit; dan mengurangi volume kerja di bagian akunting BI.
Pada tahun 1998, di Jakarta dilaksanakan kliring elektronik yang disebut Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ). Dengan sistem ini, bank-bank memasukkan input semua data debet dan kredit dalam komputer dan mengirimkan secara elektronik kepada bagian kliring BI yang akan diteruskan kepada bagian akunting untuk perhitungan. Sementara warkat kliring yang diserahkan secara langsung hanya
digunakan sebagai bahan pembanding.
Demikian tentang Sejarah Sistem Pembayaran di Indonesia pada Tahun 1997-1999. Semoga bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Sejarah Bank Indonesia (BI) di Bidang Sistem Pembayaran Periode 1997-1999"
Apa komentar Anda?